PERADABAN modern tak akan pernah bisa menebak secara persis apa yang tengah menari-nari di pikiran Socrates, tatkala tengah menghadapi tuntutan mati dihadapan peradilan penguasa Athena. Sebuah peradilan yang konon digelar, hanya untuk mendengar kesaksian seorang Socrates, yang telah dikenakan tuduhan “ kafir “ atas perbuatan yang dianggap telah menyebarkan faham baru melalui filsafat yang diajarkan ke murid-muridnya.
Andaikan Socrates ingin bersiasat mengelabui para penguasa Yunani, agar bisa terhindar dari tuntutan jerat hukuman mati, sebagaimana para penguasa Athena telah lakukan, bersekongkol dengan para juri hakim yang mengadili Socrates, menyusun siasat licik. Dengan sengaja memperkarakan Socrates. Lalu menuntutnya hukuman mati. Pastilah untuk ukuran seorang Socrates tidak sulit melakukan. Sebab Socrates tidaklah dungu untuk memikirkan siasat licik mengibuli para penguasa Yunani.
Tapi sejarah mencatat. Sampai di ujung peradilan. Hal nista itu, tidak dilakukan. Socrates tetap bersikukuh berpegang teguh pada prinsip nilai kebenaran yang diyakininya. Socrates lebih memilih mengakhiri hidup dengan cara menenggak cawan berisi cairan cemara beracun dari pada harus menghianati prinsip kebenaran yang diyakinimya.
Sokrates mati. Tapi selama ribuan tahun, pesan moral, yang ingin disampaikan, terus bergerak melintasi batas waktu. Dan hadir dalam setiap lakon sejarah peradaban kehidupan manusia tatkala nilai prinsip sebuah kebenaran tengah dipertaruhkan. Tapi sejarah peradaban manusia mencatat tidak selalunya dalam sebuah pertaruhan antara prinsip nilai kebenaran selalu keluar sebagai pemenang. Kadang kalanya prinsip nilai kebenaran takluk jadi pecundang lantaran tak siap berhadapan dengan dahsyatnya tekanan.
Sebab itulah selamanya kita tidak akan pernah tercatat dalam sejarah peradaban manusia menjadi seorang Socrates. Yang memandang hidup menjadi sesuatu tidak berguna. Yang terpenting prinsip kebenaran yang diyakini harus ditegakkan.
Dalam pelbagai realitas kehidupan sosial, ketika seseorang mendapat tekanan yang luar biasa hebatnya. Kadang nilai-nilai kebenaran yang telah diyakininya terlucuti lantaran tak kuasa menahan tekanan. Tekanan begitu gampang membuat seseorang goyah lalu merubah prinsip keyakinan. Tak terkecuali panitia lelang yang telah ditunjuk atau diangkat untuk melaksanakan sebuah proses pelelangan.
Sudah lumrah, tatkala panitia pengadaan tengah dan sedang melaksanakan sebuah proses tender, ketika hendak memutuskan atau menentukan calon pemenang lelang. Yang namanya, usaha campur tangan dari luar selalu saja tidak pernah sepi, yang berusaha mempengaruhi keputusan yang akan ditetapkan panitia.
Para peserta lelang atau kontraktor yang saling berhadapan untuk memenangkan tender pada sebuah pelelangan, sepertinya kurang yakin, kalau hanya menggantungkan kemenangan dengan mengandalkan dokumen penawaran. Sehingga tak jarang para kontraktor mencari usaha lain. Termasuk dengan jalan menggunakan jalan pintas, yang tidak digariskan, seperti melakukan usaha sebuah pendekatan atau melobi panitia dengan maksud mempengaruhi panitia.
Kadang usaha pendekatan yang dilakukan. Tidak cukup dengan lobi. Akan tetapi dibarengi tekanan. Tekanan bisa berupa dengan ancaman. Bisa juga berupa iming-imingan yang menggiurkan. Bila perlu, tidak sedikit peserta melibatkan “kekuasaan” untuk menekan panitia. Perkara aturan pelelangan yang telah digariskan. Soal nanti. Yang penting asal bisa ditetapkan calon pemenang.
Kalau panitia tidak memiliki bekal prinsip yang cukup kokoh. Maka dipastikan, panitia lelang akan mudah goyah, takluk mengikuti kemauan tekanan peserta lelang. Meski dengan jalan merekayasa.
Sebaliknya bila panitia, memiliki prinsip yang kokoh, sehebat apapun ancaman dan semanis apapun janji yang ditebarkan. Niscaya tak akan mampu mempengaruhi panitia. Panitia akan tetap pada prinsipnya. Menentukan calon pemenang lelang sesuai dengan prosedur pelelangan.
Memang tidak mudah mengemban tugas sebagai panitia lelang. Barangkali jabatan itu hanya cocok untuk sosok “ manusia setengah dewa “ sosok manusia yang selalu setia pada nilai-nilai prinsip dan nila-nilai kebenaran yang diyakini. Dan selalu setia mengabdi pada nilai kejujuran. Walau apapun taruhannya. Siap berhadapan dengan segala resiko siap kehilangan jabatan dan kedudukan. Termasuk berani menolak segala iming-iming yang menggiurkan. Sebab lebih memilih jalan. Seperti jalan yang ditempuh Socrates.
SAHRIL A. RAHIM
Percikan Pemikiran Sosok Abdi Dalem
Selamat Datang, Blog sahrilcatatan.blogspot.com
Minggu, 17 April 2011
Rabu, 13 April 2011
Ayat-Ayar Sempalan Dalam Pengadaan Barang Dan Jasa
NAAS nasib Alung, kontraktor sepuh yang sudah puluhan tahun, beranak pinak menggeluti dunia jasa pemborongan, tiga dokumen penawaran yang Ia masukkan, tak satupun dari tiga penawaran yang nyangkut jadi pemenang, justru sebaliknya berguguran satu-persatu.
Menghadapi kenyataan apes, Alung tak habis pikir dan tak putus didera pertanyaan dalam hati. Dimana kira-kira kelirunya dokumen penawaran yang Ia buat. Padahal menurutnya tiga dokumen penawaran yang Ia masukkan ke kotak penawaran sudah dibuatnya sebegitu topcer. Yang membuat Alung semakin penasaran, tiga dokumen penawaran yang Ia masukkan, pada saat pembukaan penawaran, semua menempati peringkat penawaran paling rendah diantara seluruh penawaran peserta lelang. Artinya harapan memenangkan tender sudah didepan mata.
Rasa penasaran Alung belakangan terjawab, dimana letak kelirunya. Rupanya ada ayat-ayat tambahan yang dibuat oleh panitia, yang Ia lewatkan pada saat membuat dokumen penawaran. Ayat tambahan inilah yang menjadi biang bergugurnya tiga sekaligus penawarannya. Mengetahui penyebab dokumen penawarannya gugur. Alung tidak begitu saja sepenuhnya bisa langsung menerima. Alung merasa ada sesuatu yang ganjil, antara sesama tiga panitia lelang, dimana Ia mendaftar sebagai peserta lelang, aturan yang dibuat ketiga panitia itu tidak ada yang seragam.
Bagaimana mungkin, ada aturan ayat tambahan bunyinya A, yang dibolehkan oleh panitia 1, gugur di panitia 2. Aturan ayat tambahan bunyinya B yang di bolehkan oleh panitia 1 dan panitia 2, di gugurkan oleh panitia 3.
Alung tak henti bertanya, siapa kira-kira diantara tiga panitia 1, panitia 2 dan panitia 3, yang benar dan siapa yang keliru dalam menetapkan persyaratan ayat-ayat tambahan sebagai aturaran dalam pelelangan. Padahal saat mengikuti penjelasan lelang. Tiga panitia itu, semua memproklamirkan, bahwa mekanisme proses lelang didasarkan pada Kepres 80.
Nasib yang dialami Alung, tentu tidak hanya Ia seorang diri. Masih banyak rekanan-rekanan lain yang pernah bernasib sama. Gagal memenangkan tender pengadaan lantaran tersandung ayat-ayat tambahan yang dibuat oleh panitia. Padahal logika awamnya, seharusnya antara panitia satu dengan yang lain tidak perlu ada perbedaan. Sebab, pedoman yang dijadikan pegangan sumbernya satu yakni Kepres 80 Tahun 2003. Jadi tidak mungkin ada Kepres-Kepres lain.
Tapi kenyataan, dalam pelelangan, ayat-ayat tambahan yang tidak jelas juntrung sumbernya banyak berkeliaran sebagai ayat-aya sempalan. Sadisnya lagi, ayat-ayat sempalan ini, kerap digunakan panitia sebagai senjata ampuh untuk menggugurkan peserta lelang.
Sekadar contoh, satu dari sekian banyak ayat sempalan, yang kerap dijumpai dalam lelang-lelang pengadaan, soal dukungan dealer atau pabrik yang acapkali dipersyaratkan sebagian panitia kepada peserta, bahwa peserta harus wajib mengantongi dukungan dealer atau pabrik untuk dapat ditunjuk sebagai pemenang. Kalau persyaratan ini tidak dipenuhi bakalan peserta dinyatakan gugur.
Jelas aturan ayat sempalan ini kalau mau ditelusuri pangkalnya tidak memiliki dasar. Dan ayat sempalan ini sudah mengarah kediskriminatif, siapa yang bisa menjamin, kalau pihak dealer atau pabrik bisa bersikap adil kepada seluruh rekanan yang datang meminta dukungan lalu memberikan dukungan semuanya. Bisa saja hanya satu rekanan yang diberikan surat dukungan. Begitu juga segala macam bentuk dukungan-dukungan lain yang selalu diminta dan dipersyaratkan panitia pada lelang-lelang pengadaan.
Padahal, walau tanpa dukungan dealer atau pabrik, barang itu mudah didapatkan dipasaran karena di jual bebas, yang penting asal ada fulus. Menyangkut soal dukungan, Kepres 80 dengan tegas hanya mengenal satu jenis dukungan yakni dukungan bank 5 % sampai 10 %. Dukungan-dukungan lain, haram!
Kemudian, contoh lain, mengenai ketentuan sampul luar dokumen penawaran. Panitia pengadaan kadang ada yang nyeleneh mempersoalkan masalah bentuk dan warna sampul. Padahal kalau mau dicarikan ayat di dalam Kepres 80 sebagai alasan pembenar pasti tidak ditemukan sepotong ayat pun. Sangat banyak ayat-ayat sempalan, yang berkeliaran mewarnai lelang-lelang pengadaan. Seperti soal materai, antara dimatikan dan tidak dimatikan dengan tanggal. Juga kadang disoalkan, padahal lagi-lagi di dalam Kepres 80 tidak ditemukan ayat yang mengaturnya.
Sebenarnya kalaulah panitia sungguh-sungguh pure, menerapkan Kepres 80 sebagai satu-satunya pedoman yang digunakan dalam pelelangan. Semestinya ayat-ayat sempalan tidak perlu dibuat panitia. Sebab, sangat jelas didalam Kepres 80 seluk beluk pelelangan semua telah diatur, mengenai persyaratan dan ketentuan yang harus dipenuhi peserta lelang. Mana yang dihalalkan, mana yang diharamkan. Urutan-urutan evaluasi, juga sudah terang benderang. Mulai dari evaluasi administrasi, tehnis, biaya dan kewajaran harga, lanjut keevaluasi dokemen kualifikasi.
Alung sangat maklum dengan ayat-ayat sempalan, ingatannya langsung tertuju pada istilah ayat-ayat sempalan yang lazim dikenal dalam ajaran-ajaran teologis, dimana ayat-ayat sempalan ini sengaja dibuat oleh oknum tertentu, untuk menebar keresahan di tengah ummat beragama dengan target menyesatkan ummat.
Ternyata dalam dunia pelelanganpun, tidak sepi dari yang namanya ayat-ayat sempalan, banyak bertebaran, yang membuat resah para kontraktor lantaran tidak adannya kepastian aturan dalam pelaksanaan lelang. Masak antara panitia satu dan lain tidak seragam. Beda panitia, beda style aturan yang digunakan.
Karut marutnya aturan pelaksanaan tender pengadaan barang dan jasa disebabkan ayat-ayat sempalan, bisa jadi dikarenakan murni kekurang profesionalan panitia, panitia tidak tahu secara utuh Kepres 80 Tahun 2003. Kalau ini letak masalahnya, solusinya hanya satu, panitia bersangkutan diminta untuk menuntaskan bacaannya kembali, agar khatam seluruh bab, pasal, ayat di dalam Kepres 80 Tahun 2003. Tapi yang celaka, kalau ayat-ayat sempalan sengaja di buat oleh oknum panitia, karena ada maksud patgulipat dengan peserta lelang. Maka kalau ini pangkal penyebabnya, tidaklah mudah menemukan terapinya, karena menyangkut masalah moral. Moral panitia yang sakit.
Tarakan Mercu Suar Pembangunan Kawasan Utara Indonesia
Tarakan secara geografis adalah wilayah berada pada posisi kunci dalam sirkulasi perkembangan ekonomi kawasan utara Kalimantan timur. Dengan berbagai keunggulan komparatif yang dimiliki, Tarakan dapat dibanggakan sebagai miniatur pulau Batam dibelahan utara bumi Kalimantan timur. Banyak peluang yang menanti dan segera memerlukan invisible hand untuk mengembangkan ciri khas potensi wilayahnya. Dilihat dari sudut kultur sosial budaya yang heterogenitas merupakan keragaman yang terintegarsi dan melahirkan formula baru yang merupakan potensi besar bila dioptimalkan pemberdayaannya.
Bagaimana Tarakan Dibangun
Membangun Tarakan tentu bukan pekerjaan mudah seperti mengusap lampu Aladin. Karena apa, Tarakan secara historical background pembangunan mempunyai persoalan sendiri seperti isu kesenjangan sosal akibat tidak meratanya pembangunan dan angka pertumbuhan penduduk yang relatif cukup besar terutama disebabkan lonjakan migrasi dari luar serta rendahnya kualitas tenaga kerja lokal akibat minimnya pendidikan semua ini masih menjadi masalah besar dan tantangan bagi pembangunan kota Tarakan.
Walau harus diakui selama pelaksanaan otonomi daerah telah banyak memberi hasil nyata yang dapat dirasakan langsung oleh masyarakat Tarakan terutama dalam hal perbaikan taraf hidup kesejahteraan masyarakat Tarakan.
Pada subsektor ekonomi penduduk menunjukkan angka kenaikan, kenaikan ini tejadi akibat perdagangan dan jasa. Kebijakan pemerintah daerah dengan membuka diri selebar-lebarnya bagi investor swasta serta berbagai kemudahan yang diberikan telah menciptakan suasana kondusif bagi tumbuhnya berbagai sektor usaha industri pengolahan misalnya industri kayu lapis, perikanan, dan jasa lainnya.
Memasuki otonomi daerah kebijakan pembangunan daerah harus diletakkan diatas hasil-hasil capaian pembangunan sebelumnya, sebagai modal dan peluang untuk melaksanakan pembangunan.
Secara geografis wilayah Tarakan dikelilingi beberapa kabupaten yang memiliki potensi kekayaan alam yang berbeda, bila pemerintah daerah mampu membaca peluang yang ditawarkan masing-masing kabupaten, dan bisa memanfaatkan peluang tersebut sebagai penopang untuk mendorong Tarakan sebagai kota pusat pelayanan Indonesia Kawasan Utara..
Mengingat potensi yang dimiliki seperti kabupaten Bulungan, Berau,Nunukan, Malinau, serta Kabupaten Tanah Tidung yang baru terbentuk, Tarakan memiliki posisi tawar yang sangat strategis di wilayah utara Indonesia untuk memainkan peran yang lebih besar dalam rangka mendorong dan memajukan ekonomi dikawasan ini, khususnya melakukan posisi tawar dengan negara tetangga Sabah Malaysia Timur yang lebih maju ekonominya.
Melihat kondisi geografis wilayah, Tarakan dengan modal keunggulan komparatif yang dimiliki sangat memiliki peluang besar untuk tumbuh menjadi kota center of development dikawasan utara Indonesia. Sebagai pusat unggulan, Tarakan harus bisa menciptakan suatu suasana kondusif bagi daerah sekitarnya untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan ciri khas andalan potensi daerah masing-masing. Sehingga pada giliran nanti tercipta satu kawasan sinergis bersama dikawasan utara Kalimantan timur yang diperhitungkan oleh negara jiran.
Tarakan harus mulai berbenah dan menyiapkan diri mulai sejak sekarang agar bisa berperan lebis besar dalam percaturan perdagangan bebas. Bukan sekadar penonton diluar ring.
Tarakan, 14 April 2011
Iman Para Kontraktor
SYAHDAN, suatu ketika seorang bapak yang usianya sudah memasuki usia senja, berpesan kepada anak laki-laki semata wayangnya. “ Kalau ingin hidup tenang jangan memilih pekerjaan pemborong sebagai jalan hidup. “ Tanpa merinci lebih lanjut. Kalimat sang bapak berhenti sebatas itu.
Si anak yang duduk dengan wajah menunduk di hadapan sang bapak. Mendengar kalimat sang bapak, seolah dibuat terkesiap, tak paham, apa maksud dibalik kalimat sang bapak. Si anak, menangkap kalau kalimat bapaknya itu serasa ganjil. Seingat si anak, bukankah bapaknya sendiri selama ini bekerja sebagai seorang pemborong. Lantas mengapa bapaknya berkata seperti itu.
Tapi si anak ketika itu usianya masih belia, dan sepertinya tidak ingin membiarkan pikirannya berlama-lama terperangkap dalam pusaran pertanyaan yang tidak bertepi. Dan si anak berpendapat kalau belum saatnya memaksakan diri untuk segera tahu. Yang terpenting baginya, sikap patuh sebagai seorang anak wajib ditunjukkan dihadapan bapaknya.
Kurang lebih tiga dekade berselang, si anak yang pernah dinasehati sang bapak, telah tumbuh menjadi sosok pengusaha muda yang sukses, sebagai pemborong. Seperti kata para paderi dalam tiap khotbahnya. Tak seorangpun bisa menebak takdir dilaluinya. Pun demikian si anak, tidak dapat menebak takdinya sendiri.
Kenyataan siapa sangka takdir si anak menjadi seorang pemborong. Walau sejatinya, si anak mula awalnya sudah berupaya keras tetap patuh mengikuti keinginan nasehat sang bapak. Namun usahanya berujung kesia-siaan. Si pemilik takdir lebih digdaya.
Dalam melakoni takdirnya sebagai seorang pemborong, si anak tetap tidak pernah alpa dengan nasehat sang bapak. Bagi si anak, nasehat sang bapak diterjemahkannya sebagai sebuah peringatan untuk selalu menuntun langkahnya. Boleh jadi, tatkala sang bapak memberinya nasehat, sepertinya sang bapak telah mendapat firasat, kalau kelak anak laki-laki semata wayangnya itu kelak akan ditakdirkan mengikuti jejaknya sebagai seorang pemborong.
Kemungkinan muncul kekhawatiran sang bapak kepada si anak, manakala mengikuti jejaknya sebagai pemborong. Pekerjaan pemborong akan mengubah tabiatnya. Sebab pekerjaan seorang pemborong, sangat mudah mengubah tabiat seseorang berperilaku menjadi seorang kleptomania. Kalau tidak dituntun dengan sikap lurus, siapapun bisa terperosok menjadi pengidap kleptomania dibalik jubah keshalehan.
Berkat nasehat sang bapak, sikap lurus telah menuntun langkah si anak menekuni jalan hidupnya sebagai pemborong. Tidaklah heran kalau dimata sesama pemborong, si anak di juluki pemborong shaleh. Pemborong yang selalu jujur dan amanah. Segala perilaku kleptomania yang menjadi iman kontraktor, mencuri-curi volume, mengurangi spesifikai material yang lazim di halalkan kontraktor untuk menggasak keuntungan yang tidak wajar sudah ditalak tiganya.
Bagi si anak, bekerja sebagai seorang pemborong sama dengan pekerjaan seorang pedagang yang tidak diperkenankan mempermainkan timbangan dengan jalan mengurangi takaran. Pekerjaan seorang pemborong sama dengan pekerjaan pedagang tidak diperkenankan menjual barang dengan menukar kualitasnya.
Mengurangi mutu spesifikasi campuran beton: 1:2:3 menjadi 1:4:8 sama halnya mengurangi takaran dalam timbang. Memasang material bahan yang tidak sesuai dengan spesifikasi dari (kwalitas nomor 1) KW 1 menjadi (kwalitas nomor 2) KW 2 sama halnya menukar kualitas barang.
Patut kemudian kalau ada pekerjaan proyek semenisasi jalan lingkungan belum sampai umur rencana, batu kerikil sudah pada berserakan tidak karuan, terlepas dari ikatan campuran beton gara-gara mengurangi takaran campuran tidak sesuai spesifikasi.
Seiring perjalanan waktu, si anak tetap berusaha menyingkap tabir makna dibalik nasehat sang bapak. Hingga pada suatu sore. Si anak seperti biasa selepas melaksanakan shalat azhar, selalu menghabiskan waktu duduk bertafakur pada salah satu sudut ruang masjid. Ditengah menikmati kekhusuan seorang diri, si anak merasakan ada perasaan gelisah berkecamuk di dalam lubuk hatinya. Si anak merasa mulai ragu, tidak yakin kalau seluruh harta kekayaan dan kemewahan yang didapatkan dari usahanya sebagai kontraktor. Terbebas dari praktek kleptomania.
Siapa yang menjamin kalau tenaga yang dipekerjakannya dilapangan tidak pernah abai pada saat mengaduk campuran semen, pasir, kerikil dengan spesifikasi : 1:2:3, sudah benar sesuai takaran. Bagaimana kalau kenyataannya perbandingan campuran itu tidak sesuai lantaran takaran kurang satu kerkil.
Seluruh badan si anak bersimbah keringat dingin. Bagaimana mempertanggung jawabkan kelak kekurangan itu akibat kelalaiannya, dihadapan sang hakim yang maha adil seadil-adilnya di yaumul mizan. Bukankah, sebuah kecelakaan besar bagi orang-orang, apabila menakar atau menimbang, mereka mengurangi. Tidakkah orang-orang itu yakin, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan, pada suatu hari yang agung. yaitu hari ketika manusia berdiri menghadap Tuhan alam semesta.
Kegelisahan hebat telah menguasai seluruh diri si anak yang membuatnya jatuh dari duduknya tak sadarkan diri.
Langganan:
Postingan (Atom)